
Begitu pula, saya juga adalah salah satu korban penembakan brutal tentara. Pada 17 September 1999 di Jalan Thamrin Jakarta Pusat, di samping Jakarta Theater, saya memimpin Aksi Rakyat Indonesia menolak militerisme dan kekerasan di Papua, Aceh dan Timor Timur. Saat itu saya memimpin aksi dan di saya ditembak di bagian paha dan punggung tubuh saya oleh tentara di bawah komando jenderal Wiranto. Peristiwa yang saya alami ini tidak mungkin saya dan keluarga saya lupakan. Bekas tembakan itu masih ada di tubuh saya dan terus ada. Pengalaman itu akan terus ada dalam perjalanan hidup saya bahwa para jendral itu adalah penjahat kemanusiaan. Bekerja, menembak, menculik juga membunuh atas nama tugas negara (yang lalim) dan untuk kekuasaan mereka semata.
Begitu pula Amin Rais yang kemarin 20 Mei 2014 ikut mendeklarasikan pasangan Prabowo – Hatta Rajasa. Sudah pikun ya si Amin Rasis itu. Saya masih ingat 20 Mei 1998, 16 tahun lalu ketika saya sedang bersama rakyat menduduki gedung DPR RI saat menumbangkan rezim Soeharto. Saat itu, pagi 20 Mei 1998 tiba-tiba Adnan Buyung dan Amin Rasis mengambil alih gerakan rakyat dan berpidato di depan mahasiswa di halaman gedung DPR RI. Bangga dan besar kepala sekali Adnan Buyung dan Amin Rais ketika itu, menipu mahasiswa dan jadikan kedua tokoh kagetan itu seolah tokoh penggerak gerakan reformasi. Nah pada hari itu Amin tahu betul bahwa pasukan Wiranto dan Prabowo mengepung gedung DPR RI dan akan menangkap mereka setelah menghilangkan para aktivis. Untung saja massa rakyat lebih kuat dan besar dan tentara Wiranto serta Prabowo mengurungkan niat menangkap Amin Rasis. Nah sekarang, kemarin 20 Mei 2014 Amin Rasis justru mendeklarasikan Prabowo Subianto menjadi Capres. Amin Rasis memberikan PAN dan menyorongkan kawannya Hatta Rajasa menjadi pada Prabowo.
Melihat fakta kelam latar belakang dari kedua kubu capres ini sungguh memprihatinkan dan membodohi rakyat. Mereka ditawari seolah sebagai orang yang bersih dan menghormati hak-hak hidup rakyat. Demi mencapai kekuasaan mereka rela dirias menjadi orang baik dan orang berhasil, bahkan dirias bak dewa penolong untuk menarik hati rakyat. Kedua menganggap rakyat dan publik bodoh atau tidak bisa melihat kekuatan hitam di sekitar kedua capres yang ada. Kekuasaan yang ingin diraih menutupi hati untuk menghormati rakyat dan etika politik menghormati hak hidup rakyat sudah tidak penting. Pertanyaan selanjutnya, akankah bangsa ini akan jadi bermartabat dan bisa dibangun atas dasar kekuasaan tanpa etika politik? Akankah para jenderal penjahat kemanusiaan itu akan memiliki hati membangun rakyat bangsa ini? Sementara tangan mereka dan hidup mereka penuh dengan rintihan para korban kekerasan mereka? Mari bangun politik yang beretika dan tidak menipu rakyat untuk kekuasaan semata. Menghormati hak hidup rakyat adalah etika politik yang paling dasar.
http://www.investor.co.id/home/amin-rais-perkenalkan-bung-bowo-dan-bung-hatta/85107
http://politikrakyat.com/2014/05/15/jokowi-prabowo-dan-hak-asasi-manusia/
Jakarta, 21 Mei 2014
Penulis: Azas Tigor Nainggolan
« Luka mendalam korban kebiadaban Mei 1998
PUTUSAN MK TENTANG PAJAK ROKOK (PDRD) MENANGKAN HAJAT HIDUP ORANG BANYAK »
No Comments